YANG BERGUGURAN DI JALAN DAKWAH ...
Fathi Yakan
Fathi Yakan
Asy-syahid Hasan Al Bana mengklasifikasikan kelompok pemuda menjadi dua kelompok
kelompok pertama adalah pemuda yang tumbuh dalam situasi bangsa yang dingin dan tenang. Kekuasan pemerintah telah tertanam kuat dan kemakmuran telah dirasakan oleh rakyatnya. Sehingga aktifitas pemuda tersebut lebih banyak tertuju pada dirinya sendiri daripada untuk umatnya. Dia pun kemudian cenderung bermain-main dan berhura-hura karena merasa tenang jiwanya dan lega hatinya.
Kelompok kedua adalah pemuda yang tumbuh dalam suasana bangsa yang keras dan bergolak. Kondisi bangsa sedang dikuasai lawannya dan dalam semua urusan diperbudak oleh musuhnya. Bangsa ini berjuang semampunya untuk mengembalikan hak yang dirampas, tanah air yang terjajah dan kebebasan, kemulian, serta nilai-nilai agung yang hilang. Kondisi itu menyebabkan lahirnya kesadaran untuk berbuat lebih banyak untuk bangsa daripada untuk dirinya sendiri. Jika ia lakukan hal itu ia akan beruntung dengan mendapatkan kebaikan segera dimedan kemenangan dan kebaikan –yang tertunda– berupa pahala dari Alloh SWT.
Kedalam kelompok manakah kita menggolongkan diri kita. Kelompok pertama ataukah kedua. Ada suatu keyakinan bahwa hampir pasti kita semua memilih menjadi kelompok yang kedua. Permasalahannya adalah pernyataan tersebut tidak mampu dijaga dengan kesadaran akan tuntutan yang harus dipenuhi.
Keterlibatan kita dalam pusaran dakwah seolah bagaikan benda yang mengapung pada aliran sungai. Kita cukup merasa tenang asalkan tetap bisa berada dalam aliran tersebut. Akhirnya keberadaan kita dalam aktifitas dakwah selalu pada kondisi pas-pasan. Asalkan tidak tersangkut atau terlempar dari aliran dakwah cukuplah.
Mungkin tidak semua, namun ketika kelemahan-kelemahan diri masih selalu ditoleransi dengan alasan manusiawi, maka secara tidak sadar kita termasuk di dalamnya. Mungkin perlu perenungan bahwa seringkali kita berlarut-larut dengan kelemahan. Memasuki hari dengan persiapan yang tidak memadai. Lalai dalam mengkondisikan diri dan cukup puas dengan apa yang sudah dicapai. Hal itu untuk melihat sesungguhnya apa yang bisa kita lakukan. Namun kesiapan kita untuk berbuat lebih besar terlalu kecil dan sederhana.
Lihatlah bahwa ternyata tidak sedikit permasalahan-permasalahan organisasi dakwah justru lahir dari dalam. Sengketa komunikasi menyebabkan lahirnya penyakit hati, entah berupa perasan tidak enakan sampai kepermasalahan fitnah interaksi. Buruknya amal jama’i seolah penyakit kronis yang selalu timbul setiap masa. Bahkan lebih parah terjebak kedalam orientasi yang lemah, sehingga berputar dalam dakwah yang hambar dan monoton. Dalam skala kecil, ini bisa kita istilahkan futur jama’i.
Futur jama’i tidak diartikan bahwa seluruh aktifitasnya berada dalam keadaan futur. Melainkan suatu kelompok atau organisasi dakwah.
Bisa jadi diantara mereka ada yang sangat ‘sehat’ keimanannya, namun hal tersebut tidak mampu mempengaruhi kondisi lingkungannya. Yang terlihat seolah-olah setiap anggotanya menyumbang kesalahan dan kelemahan-kelemahan kondisi jama’ah. Inilah yang perlu kita benahi, jika kita ingin menggolongkan diri kita kedalam golongan kedua.
Kesadaran untuk untuk memanfaatkan setiap potensi yang dapat menguatkan kondisi keimanan secara jama’i harus tetap dijaga. Apa saja yang ada disekitar kita, mulai dari sekedar komunikasi informal, pengaturan ruang, bahkan pesan-pesan yang tertulis di mading dan buku-buku pesan. Semuanya harus diarahkan ke target pengkondisian ruhiyah dan fikriyah.
Terlebih lagi dalam pertemuan formal, seharusnya tidak lagi sekedar dipandang rapat dengan nuansa yang sama dengan meeting di kantor-kantor.
Sangat tidak berlebihan memulainya dengan taujihat-taujihat, mentadaburi ayat Alloh, meniupkan semangat jihad yang kental. Lebih dari itu, pertemuan tersebut harus dipandang sebagai salah satu dari taman-taman syurga. Yang dicurahkan ketenangan dan rahmat, dinaungi sayap-sayap suci malaikat, adn dibanggakan Alloh dihadapan majelis langit.
Mungkin perlu kita segarkan bahwa apa yang kita bangun dengan dakwah ini adalah sama seperti yang dilakukan Rosululloh SAW. Mengganti budaya rendah kehidupan masyarakat dengan budaya mulia, Al Islam.
Jika yang terjadi justru pengadaptasian budaya umum kedalam kinerja organisasi dakwah dan tidak diiringi dengan kesadaran dan landasan pemahaman, maka sesungguhnya kita sedang bergerak mundur. Jika gaya kepemimpinan yang kita kembangkan adalah gaya hirarkis semata, maka kisah kemulian Umar bin Khattab membantahnya.
Jika perasaan lebih utama menyergap kita disebabkan kedudukan struktural kita maka Rosululloh SAW ditegur dalam WS. Abasa karenanya
Jika kita merasa cukup aman dengan semua amanah yang kita emban, lalu dimanakah akan kita tampung air mata kekawatiran para khulafaur rasyidin.
Inilah mungkin perenungan yang mungkin perlu kembali kita miliki. Jika kita ingin mengembalikan semua kejayaan Islam sebagaimana pernah terpentaskan dimuka bumi, maka tidak ada cara lain selain menapaki jejak-jejak yang ditinggalkan oleh pelaku-pelaku sejarah tersebut. Suatu kemestian yang tidak memerlukan perdebatan.
Inilah mungkin perenungan yang mungkin perlu kembali kita miliki. Jika kita ingin mengembalikan semua kejayaan Islam sebagaimana pernah terpentaskan dimuka bumi, maka tidak ada cara lain selain menapaki jejak-jejak yang ditinggalkan oleh pelaku-pelaku sejarah tersebut. Suatu kemestian yang tidak memerlukan perdebatan.
Salah satu jebakan yang mudah mematikan potensi kita adalah pemahaman akan tujuan yang terlalu sederhana. Jika yang kita maksud dengan tujuan adalah sekedar menyelesaikan amanah satu kepengurusan, maka kita hanya akan berorientasi sebesar itu.
Semakin besar gambaran yang ingin kita capai maka semakin besar persiapan yang kita lakukan. Semakin banyak pula hasil yang dapat kita peroleh. Itulah mengapa Ust. Fathi Yakan dalam buku Komitmen Muslim kepada Harokah Islamiyyah memasukan poin Saya Harus yakin bahwa hari esok milik Islam sebagai bagian dari komitmen seorang muslim
Ini menuntun kita secara sadar untuk memahami bahwa perjuangan ini ingin mencapai suatu target yang besar. Dari kesadaran tersebut akan lahir secara alami persiapan-persiapan diri yang besar.
Beliau menuliskan bahwa seharusnya setiap kita menyadari, bahwa sesungguhnya keimanan kita terhadap Islam harus sampai pada tingkat yakin hari esok milik Islam. Kenyataan bahwa Islam dari Alloh, menjadikan dien ini paling layak dan paling mampu mengatur seluruh aspek kehidupan dan memimpin serta membimbing umat manusia.
Dengan demikian rujukan kita adalah Islam semata. Jikapun ada budaya yang berkembang dalam organisasi dakwah kita maka itulah budaya Islam. Jika pun kita harus mengadaptasi karakter pemimpin maupun yang dipimpin dalam budaya organisasi tersebut maka itu bersumber dari sejarah Islam. Dan akhirnya target pribadi yang kita kejar selain target jamaah dalam aktifitas organisasi tersebut, maka tidak lain selain meraih kesempurnaan pribadi seorang muslim.
Ingatlah bahwa pada diri umat Islam hari ini ada nuansa keimanan yang berbeda. Tidak diragukan umat Islam di sekitar kita hari ini memilih keimanan kepada al-Islam. Namun keimanan mereka tengah tertidur lelap, karenanya tidak mempunyai daya dorong yang kuat, yang dapat membuat mereka mau melaksanakan segala tuntutan keimanan tersebut.
Kita berharap bahwa keimanan kita adalah keimanan yang hidup. Yang menjelma menjadi semangat besar yang mampu mengalahkan semua kelemahan dan ketidakberdayaan. Keimanan yang melahirkan ekspresi perkasa, membuat orang percaya bahwa dengannya kita mampu menghancurkan gunung, mengarungi lautan, dan melintasi seluruh marabahaya yang menantang kita. Sampai jelas Islam ini menang bersama kita dan kita menang bersamanya.
Inilah pekerjaan-pekerjaan besar kita. Memperluas wilayah pengaruh keimanan tersebut, agar semakin banyak dari umat ini yang memiliki iman yang hidup. Iman yang mendorong mereka secara sadar tunduk patuh pada ketetapan Alloh dalam kehidupan ini. Sekecil apapun usaha kita kearah sana, maka ia adlaah bagian yang penting untuk melengkapi keutuhan perjuangan yang kita bangun dengan berjamaah. Mungkin perlu kita maknai kembali tetes-tetes keringat dan guratan-guratan lelah pada diri kita bahwa semua itu adalah prestasi-prestasi besar yang harus kita hargai. Semua itu adalah instrumen dari sebuah kata singkat yang tidak sederhana PERJUANGAN !!!
Tentunya setelah kesadaran itu hadir, tidak perlu lagi kelemahan dan keterlenaan. Dan futur pun baik secara pribadi maupun jama’i hanyalah sekedar saat untuk istirahat karena setelah itu karya besar siap ditorehkan, merampungkan perjuangan, menggapai kejayaan Islam.
Sejumlah tantangan menghadang setiap gerakan dakwah. Mulai dari tantangan moral sampai tantangan sosial politik. Bangsa Indonesia saat ini tengah terpuruk dalam krisis multi dimensi, oleh karena itu membangun aktifitas dakwah yang sanggup menghadapi tantangan merupakan suatu kemestian yang tidak boleh ditunda-tunda.
Sebagai konsekuensi logis dalam menghadapi tantangan tersebut, dakwah harus memiliki agenda perubahan. Ada semacam isyarat tidak langsung dari Rosululloh SAW tentang perlunya memiliki agenda perubahan yang jelas bagi setiap pergerakan dakwah, dalam menuju pemberdayaan menyeluruh.
Pertama, pemberdayaan hal-hal yang bersifat ruhani atau mental spiritual. Kedua, pemberdayaan hal-hal yang bersifat jasmani atau fisik material. Ketiga, pemberdayaan menyangkut sosial. Keempat, pemberdayaan yang berkaitan dengan ekonomi. Kelima, pemberdayaan politik.
Hal tersebut dilakukan demi menghindari berjatuhannya para aktivis dakwah ketika menghadapi tantangan yang berat. Untuk tujuan ini maka proses pendidikan da’i yang efektif, terencana, dan berkelanjutan merupakan langkah yang seharusnya menjadi bagian terpenting dalam aktivitas dakwah.
paragraf-paragraf diatas merupakan sari dari buku “Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah”. Suatu fenomena yang kini menjadi fakta-fakta lapangan hidup. Menyadarkan kepada kita untuk senantiasa mempersiapkan dan menjaga diri agar tidak memperpanjang deretan orang-orang yang berguguran di jalan dakwah.
Beberapa sebab yang bersumber dari pergerakan perlu kita cermati dan waspadai. Ust. Fathi Yakan merumuskannya menjadi 7 sebab
Pertama, Lemahnya aspek tarbiyah
Ketika pergerakan dakwah mengalami pelebaran, aktivitas yang padat dan intensitas dinamika yang semakin tinggi, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan. Pergeseran ketidakseimbangan itu seringkali mengorbankan aspek pembinaan. Pada saat itu aspek pendidikan dalam suatu pergerekan terkadang hanya mendapat porsi yang amat terbatas, sementara aspek-aspek lainnya: administrasi, organisasi, dan politik mengalahkan segala hal.
Ada penjelasan yang tegas dari Syaikh Musthafa Masyhur, bahwa
“Meskipun dalam kondisi jihad dan perang menghadapi musuh, tarbiyah masih sangat diperlukan. Faktor keimanan (sebagai hasil dari upaya tarbiyah) merupakan sebab utama kehadiran dan dukungan dan pertolongan Alloh SWT. Disamping itu kontinuitas tarbiyah yang bertujuan mempersiapkan generasi pelanjut bagi para mujahidin merupakan hal yang mendasar bagi kelanjutan jihad dan persiapan kualitatif yang akan mewarisi hasil jihad”
“Meskipun dalam kondisi jihad dan perang menghadapi musuh, tarbiyah masih sangat diperlukan. Faktor keimanan (sebagai hasil dari upaya tarbiyah) merupakan sebab utama kehadiran dan dukungan dan pertolongan Alloh SWT. Disamping itu kontinuitas tarbiyah yang bertujuan mempersiapkan generasi pelanjut bagi para mujahidin merupakan hal yang mendasar bagi kelanjutan jihad dan persiapan kualitatif yang akan mewarisi hasil jihad”
Dari sini kita berpijak, bahwa orientasi tarbiyah adalah orientasi utama dalam mendidik dan mempersiapkan diri untuk mewarisi semangat perjuangan. Jika kita masih memandang sepele, maka kita sebenarnya telah menggiring diri kita kedalam lembah kelemahan. Pada gilirannyagugur adalah suatu konsekuensi.
Kedua, Kurang proporsional dalam menempatkan anggota
Problem ini senantiasa menyebabkan bergugurannya aktivis dari jalan dakwah. Seringkali kita, dalam menempatkan anggota kurang memperhatikan kondisi objektifnya. Pada saat yang sama kita selalu menuntut hal-hal yang ideal dari setiap anggota kita. Akhirnya perasaan terbebankanlah yang terjadi. Contoh kasus sering kita jumpai, apabila salah seorang anggota kita sedang ‘sakit’ ruhiyyahnya maka seharusnya tempatkanlah ia pada amanah-amanah yang dapat menguatkan ia. Misalnya dalam lingkaran kondisi yang ‘sehat’ dalam amanah internal. Jika kita memaksakan ia berada pada lingkaran kondisi yang heterogen dan banyak beririsan dengan tantangan dn fitnah yang lebih besar, maka pada saat itu kita menggiring anggota tersebut menuju pintu keguguran.
Bila pergerakan tidak mengenal secara detail dan teliti akan potensi anggota-anggotanya, maka ia tidak akan berhasil memilihkan posisi yang tepat untuk mereka. Bila pergerakan tidak mengenal setiap pos aktifitas, maka ia tidak akan mampu mengisinya secara benar dan baik. Bila pergerakan melakukan proses pemilihan tanpa pertimbangan-pertimbangan objektif dan sistemik, maka rusaklah keseimbangan pasa seluruh jaringan.
Ketiga, Tidak memfungsikan seluruh anggota dalam aktifitas
Ini merupakan fenomena yang paling berbahaya bagi suatu pergerakan, kare aktivitas akan menumpuk pada kelompok tertentu, sementara kelompok mayoritas tidak mendapat tugas. Akhirnya bersamaan dengan perjalanan waktu, berbolak-baliknya akal dan hati, individu merasa tidak produktif karena lemahnya ikatan keanggotaannya dengan pergerakan dan menghadapi berbagai daya tarik, kesibukan dan person yang beraneka ragam, akhirnya semangat motivasi dakwah serta jihad yang ada dalam hatinya melemah, lalu ia tersembunyi dari pentas dan tercampak dalam arus masyarakat dan kesia-siaannya atau ditarik orang kesana kemari.4. Lemahnya Kontrol
Di antara penyebab berjatuhan dari jalan dakwah adalah karena tidak adanya kontrol terhadap anggota. Juga, kurangnya perhatian terhadap berbagai situasi yang berpengaruh pada mereka. Sebagaimana umumnya manusia, anggota pergerakan juga menghadapai situasi sulit, krisis dananeka ragam prob lem. Baik persoalan kejiwaan, keluarga, ekonomi, atau lainnya. Apabila pergerakan turut membantu mencari solusi dan menyelesaikan semua itu, maka mereka akan melewati masa-masa sulit itu dengan selamat. Setidaknya, anggota merasa nyaman dan diperhatikan oleh lembaga yang selama ini memayunginya. Dan bila itu dilakukan, kepercayaan anggota terhadap pergerakan semakin mantap. Ia pun akan melanjutkan perjuangan dengan penuh semangat. Tetapi bila yang terjadi sebaliknya, maka mereka akan kecewa, frustasi dan akhirnya terpental dari pergerakan. Bahkan, mungkin ia akan keluar dari bingkai Islam.
Agar mampu mengontrol anggotanya, maka lembaga pergerakan harus menyeimbangkan perluasan daerah dan penambahan anggota dengan penyediaan jaringan kepemimpinan yang (dalam kondisi apapun) mampu menguasai basis massa, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan mereka yang terus berkembang.
Pola hubungan antar anggota dalam sebuah pergerakan yang telah ditentukan oleh Islam adalah pola hubungan yang dapat membaurkan pemikiran, perasaan, dan ruhani seluruh anggota. Sehingga, menjadi seolah-olah satu tubuh, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintainya, saling mengasihinya, dan saling bersimpatinya seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengeluh karena sakit, maka seluruh tubuhnya merasa terpanggil untuk berjaga semalaman dan merasakan demam..” (HR Muslim)
5. Kurang Sigap dalam Menyelesaikan Persoalan
Setiap pergerakan pasti menemui persoalan yang butuh penyelesaian. Dan, setiap pergerakan memiliki cara dan bentuk tersendiri dalam menangani setiap persoalan tersebut. Apabila suatu lembaga pergerakan melakukan penanganan secara jelas, cepat, dan tepat, maka perjalanannya akan menjadi teratur, dan anggotanya menjadi sehat. Sebaliknya, apabila wadah ini lamban dalam memantau dan menyelesaikan masalah, maka persoalan akan semakin menumpuk dan perjalanan aktivitasnya akan menjadi terganggu.
Sebuah masalah kadang mulanya dipicu oleh persoalan yang kecil dan terbatas. Tetapi bila dibiarkan, akan menjadi semakin besar dan menyebabkan munculnya beberapa problem lain. Terkadang suatu persoalan hanya membutuhkan tidak lebih dari satu kata, satu keputusan, satu kunjungan, sekali pertemuan, sekali pemberian maaf, sekali teguran, sekali nasehat, sekali bantuan, sekali penjelasan, sekali pengungkapan, atau hal-hal mudah lainnya. Tapi ketika persoalan itu dibiarkan dan ditangguhkan, maka akan menyedot banyak energi dan waktu. Sementara persoalan terkadang berhasil diselesaikan dan terkadang tidak dapat diatasi.
Ketidaksigapan pergerakan dalam menyelesaikan persoalannya disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain,
- Terkadang disebabkan oleh jajaran pimpinan yang tidak terbiasa dan tidak mampu memberikan solusi secara tuntas serta cepat.
- Terkadang disebabkan oleh rutinitas struktural yang mengharuskan setiap persoalan mengalir melalui jajaran struktur, sehingga pimpinan tidak dapat memberikan penyelesaian yang cepat.
- Terkadang disebabkan oleh luasnya basis massa, minimnya pemimpin dan kurangnya kemampuan pimpinan dalam memenuhi tuntutan. Padahal, berbagai aktivitas biasanya hanya dapat dipenuhi oleh jaringan kepemimpinan yang full timedan memiliki pengalaman memadai.
6. Konflik Internal
Sebab-sebab munculnya konflik internal cukup banyak, antara lain,
- Lemahnya pimpinan dalam mengendalikan barisan dan mengatur berbagai urusan.
- Adanya tangan-tangan tersembunyi dan kekuatan eksternal yang sengaja mengobar fitnah.
- Perbedaan watak dan kecenderungan antar anggota yang disebabkan oleh ketidaksingkronan antara tarbiyah dan lingkungan.
- Persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau posisi struktural maupun politis.
- Tidak adanya komitmen pada kebijakan, kaidah-kaidah serta prinsip-prinsip pergerakan, ketidaktaatan pada keputusan jajaran pimpinan, dan munculnya sikap-sikap infiradi (mengabaikan sistem syuro).
- Kosongnya aktivitas dan mandulnya produktivitas, padahal keduanya seharusnya menjadi kesibukan satu-satunya para aktivis dakwah dan penguras tenaga mereka.
Contoh kasus ini pada zaman Rasulullah saw. yaitu usaha orang yahudi dalam mengacaukan persatuan Muslim Aus dan Khazraj yang dengannya turun QS Ali Imran: 100 -105.
7. Pemimpin yang Lemah
Di antara penyebab langsung berjatuhan anggota pergerakan adalah lemah dan ketidakmampuan pimpinan dalam mengendalikan, serta menjaga keutuhan barisan pada setiap situasi.
Lemahnya kepemimpinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain,
- Lemahnya daya nalar dan intelektual pimpinan, sehingga tak mampu memberi kepuasan pada kehausan intelektual pemikiran bawahan. Atau, terkadang ia mampu dalam aspek pemikiran, tapi lemah pada aspek-aspek lainnya.
- Terkadang disebabkan oleh lemahnya kemampuan struktural, di mana jajaran pimpinan tidak memiliki bakat dan kemampuan manajerial yang dapat mengendalikan struktur, serta meletakkan prinsip-prinsip dasar keorganisasian. Maka itu, aktivitas menjadi kacau, kepentingan menjadi tumpang tindih, problem semakin menumpuk, dan berbagai permasalahan semakin berkembang. Hal ini dapat memicu munculnya fenomena berguguran di jalan dakwah.
Ditulis ulang Oleh Kepala Dept. PSDM LDK Baabussalam Untirta
Muhammad Sulistio El Bugury
Tidak ada komentar:
Posting Komentar